Minggu, 04 Januari 2009

Fatwa Golput Haram tidak Mendidik

Fatwa Golput Haram tidak Mendidik

BANDUNG, MAKASAR -- Politikus Partai Golongan Karya (Golkar) Ferry Mursyidan Baldan menilai fatwa haram bagi warga yang tidak memilih atau golongan putih (golput) adalah sikap tidak mendidik.Demikian diungkapkan oleh Ferry Mursyidan Baldan usai acara Seminar Sosialisasi UU Pemilu 2009 di kampus Universitas Padjajaran, Bandung, Senin.

Ferry berpendapat, masalah wacana fatwa haram bagi pemilih golput yang dilontarkan mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hidayat Nur Wahid, seharusnya tidak sejauh itu disikapi.Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini menilai fatwa haram itu kurang mendidik. Idealnya, kata Ferry, partai politik harus aktif mengajak dan memberi motivasi agar masyarakat terdorong untuk menggunakan hak suaranya pada pemilihan umum mendatang.

"Saya pikir, sebaiknya setiap parpol jangan terlalu merasa percaya diri bahwa konstituen akan memilih mereka," tegasnya.
Justru, sambung Ferry, adalah sebuah tantangan bagi parpol dan para caleg untuk mengajak masyarakat agar menyalurkan aspirasinya.

"Parpol harus mengerti karakter pemilih yang beragam. Jangan ada kesan memaksakan dengan mengeluarkan pernyataan atau kebijakan (fatwa) yang nantinya mengundang pro dan kontra," kata Ferry.

Fatwa Golput haram juga dinilai kurang tepat oleh Lauddin Marsuni."Pemberian suara pada pemilu 2009 hak setiap warga negera, bukanlah sebuah kewajiban yang harus disarankan," kata Pengamat Politik Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Lauddin Marsuni di Makassar, Senin.

Dia mengungkapkan, dalam undang-undang pemilihan Umum telah diatur pemberian suara bukanlah kewajiban, melainkan hanya hak politik warga negara saja. "Terlalu berlebihan kalo MUI harus mengeluarkan fatwa golput, pemilih punya hak menentukan sikap politik mereka," tegasnya.

Terjadinya peningkatan jumlah golput dalam setiap pemilihan, baik pemilihan kepala daerah maupun legislative, menurutnya masih disebabkan kurangnya sosialisasi yang dilakukan pihak penyelenggara dan pemberian pendidikan politik oleh setiap partai politik.

Dia mengharapkan, meningkatkan jumlah golput dalam pemilihan umum sebaiknya dapat menjadi bahan introspeksi bagi partai politik dan KPU, untuk bisa memperbaiki setiap tahapan pemilihan mulai pendataan pemilih hingga sosialisasi.

Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) pada 12 kabupaten/kota di Sulsel seperti Kota Makassar, Parepare, Kabupaten Pinrang, Barru, Pangkep, Soppeng, Tator, Bone, Wajo, Gowa, Takalar dan Kabupaten Bulukumba, dari 5.307.131 pemilih pada pelaksanaan Pilkada Sulsel yang tercatat, sebanyak 33 persen tidak menggunakan hak pilihnya.

Pada umumnya, kata koordinator JPPR, Jeiry Sumampouw di Makassar beberapa waktu yang lalu, pemilih yang Golput ini kebanyakan berasal dari perkotaan."Kemungkinan itu disebabkan karena tingkat kesibukan mereka beraktifitas sangat tinggi dan mayoritas pemilih di kota lebih rasional dibanding di pedesaan," ungkapnya.

Sebelumnya, Partai Politik PKS dan Ketua MPR, Hidayat Nurwahid telah mengusulkan agar MUI, NU, dan Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram terkait masalah golput.Namun, MUI telah menegaskan bahwa pihaknya menolak permintaan tersebut, karena golput tidak menyangkut dengan persoalan agama melainkan politik.

Sementara terkait acara kuis yang diselenggarakan partai politik untuk menarik simpati konstituen, Ferry menilai acara seperti ini berpeluang terjebak pada praktik politik uang (money politic),Ketua Pansus RUU Pemilu 2009 DPR RI ini menambahkan, seharusnya Komisi Pemilu Umum (KPU) yang lebih layak menggelar acara tersebut, karena dia nilai akan lebih obyektif.

"Kuis itu pun seharusnya dalam kerangka sosialisasi cara pemilihan kepada konstituen untuk kepentingan Pemilu 2009 mendatang. Acara kuis itu juga harus mendidik dan diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat terhadap proses pemilu," kata Ferry.ant/kp

SUMBER : REPUBLIKA.CO.ID

Tidak ada komentar:

Posting Komentar